Thursday, August 12, 2010

Dia, Boneka, dan Kasurnya

Kasur : Aku muak!
Boneka : Kau pikir aku tidak muak!
Kasur : Kalau kau pun muak, ya katakanlah padanya.
Boneka : Kalau dia mengerti bahasaku, sudah kukatakan itu dari dua tahun lalu.
Kasur : Kalau dia tak mengerti bahasamu, lantas mengapa hampir tiap malam kau dengannya bercakap?
Boneka : O-o-oo, kami tidak bercakap, Teman. Lebih tepatnya dia yang selalu bercerita padaku.
Kasur : Ya ya ya, walaupun kalian tak bisa saling berkata, setidaknya kau mengerti rasa.
Boneka : Ya, ya, aku terlampau mengerti rasa hatinya. Malah beberapa rasa hati temannya yang pernah dikenalkannya padaku.
Kasur : Ah, sayangnya aku hanya mengenal bokongnya saja!
Boneka : Hahaha, sungguh malangnya nasibmu.
Kasur : Aku tidak butuh tertawamu. Ayo, kita cari solusi untuknya. Aku kasihan padanya kalau dia sudah mulai meneteskan airmata. Sering airmatanya membasahiku.
Boneka : Bagaimana memang rasa airmatanya, Teman?
Kasur : Airmata itu begitu berasa kepedihan, sakit hati, penyesalan, dan kekecewaan. Airmata itulah yang bercerita banyak padaku tentangnya.
Boneka : Apa saja yang diceritakan airmata padamu?
Kasur : Sering sebelum airmata itu kering di tubuhku, ia menggerutu sendiri.Katanya, “Dia itu perempuan bodoh, begitu relanya mengeluarkanku dengan percuma hanya karena lelaki buruk hati”. Atau, “Aku tidak mengerti jalan pikirannya, sudah tahu sebuah kesalahan, tapi ia tetap melakukannya. Aku kasihan padanya”. Airmata mengatakan itu sambil menangis. Sungguh membuatku terharu. Ngomong-ngomong, kalau denganmu, apa saja yang diceritakannya?
Boneka : Ya sama seperti kata airmata. Ia selalu bercerita tentang lelaki yang selalu singgah di sini. Tapi akhirnya, Cuma tiga yang bisa aku simpulkan. Lelaki pertama menjadi kenangan. Lelaki kedua, dia jadikan pelajaran dari sebuah bentuk kesalahan. Lelaki ketiga, keempat, dan seterusnya adalah pilihan. Dia memilih untuk terus melakukan pilihan. Lantas apa yang bisa aku buat? Walaupun aku bisa menasehatinya tentang hal-hal penting, tapi aku tak bisa menentukan pilihannya.
Kasur : Kau benar.
Boneka : Kau tahu tidak hal bodoh apa yang tidak bisa diubahnya?
Kasur : Ehm, apa?
Boneka : Dia orang yang tak kuasa untuk menolak. Untuk urusan itu, dia terlalu lemah. Hanya karena bermodal rasa percaya bahwa suatu saat lelaki-lelaki itu akan berubah, dia terus memulai dengan cara salah. Lalu apa yang dia dapat? Hanya kegembiraan sesaat lalu setelah itu lenyap.
Kasur : Ya, kegembiraan sesaat. Ah, tapi pernah beberapa kali kupergoki ia setelah gembira malah mengeluarkan airmata.
Boneka : Ya, aku pun melihatnya saat itu, pertama kali, kira-kira dua tahun lalu saat ia bertemu dengan Si Orang Pertama. Ketika untuk pertama kali ia selesai mengerti rasa, ia menangis di sampingnya. Waktu itu dia cerita perasaannya sedang campur aduk—antara rasa lega karena telah tahu rasa, kecewa karena ia telah mencoba, dan takut akan dosa. Hemph, tapi untungnya ia masih bisa berlogika. Ia masih menurut kata ibunya untuk tetap menjaga hal penting menurut takaran dunia.
Kasur : Benar, untunglah. Oh ya, tapi dia masih percaya kan dengan cinta?
Boneka : Heh, kurasa tidak lagi, Teman. Lelaki telah mengaburkan persepsi cinta padanya. Dari awal sebelum ia mengenal yang pertama, ia tidak mengerti cinta. Ah, tepatnya belum pernah merasa cinta. Namun, ketika orang pertama datang, ia mulai belajar. Sayangnya, ia telah salah orang. Lalu muncul lagi cinta pada orang yang kesekian. Padahal diawali dengan biasa saja, tapi lama-kelamaan ia jatuh cinta. Tapi sayang, ternyata sama saja. Sampai akhirnya muncul orang-orang baru lagi yang hanya datang karena naluri yang dirasanya semakin tidak punya cinta.
Kasur : Dan, akhirnya ia kehilangan cinta?
Boneka : Ya, ia telah mati rasa untuk cinta. Ia semakin pesimis untuk menemukan cinta.
Kasur : Dunia-dunia, lihat, dia mati cinta!
Boneka : Dia pun sudah kehilangan kegairahan untuk mencoba yang baru lagi. Hanya tinggal menikmati mereka yang masih tersisa, tanpa memakai rasa. Ya, hanya sebatas memenuhi naluri saja.
Kasur : Dunia-dunia, lihat, dia mati cinta!
Boneka : Padahal dua tahun lalu ia berujar dalam hati ingin mulai mencoba membuka diri untuk pertama kali, tapi hingga kini ia malah semakin kehilangan rasa bernama cinta.
Kasur : Dunia-dunia, lihat, dia mati cinta! Dunia-dunia, lihat, dia mati cinta! Dunia-dunia, lihat, dia mati cinta!
Boneka : Hus-hus, dengar, dia telah kembali. Lihat, ia bawa teman.
Kasur : Ah benar saja. Kali ini, siap-siap tubuhku beraroma garam lagi.

Cisitu, 8 – 8 – 10
01.10 am