Wednesday, March 31, 2010

Keresek

Jangan pakai keresek! Pernah mendengar larangan seperti itu? Tentu pernah, meskipun tidak persis sama karena yang sering terdengar dan didengungkan berbunyi, “Don’t use plastic bags!” atau “Say no plastic bags!”. Ya, itulah bahasa kampanye di negara kita sekarang. Untuk satu peningkatan kesadaran tentang lingkungan hidup seperti pemanasan global, kita perlu berkampanye dalam bahasa Inggris. Menarik bukan?

Pemanasan global pada hakikatnya berdampak pada setiap orang di muka bumi ini. Oleh karena itu, kampanyenya tentu ditujukan pada semua orang juga. Maka kampanye dalam bahasa Inggris di Indonesia menyadarkan saya bahwa ia ditunjukkan pada kelompok tertentu saja, atau mungkin juga ada makna lain dari kampanye berbahasa Inggris itu?

Kampanye antikeresek ini bukanlah satu-satunya kampanye sosial yang berbahasa Inggris. Belum lama ini, misalnya, ada kampanye peningkatan kesadaran tentang hak penderita Aids dengan slogan “take the lead”. Hal ini mungkin terjadi karena kampanye seperti ini merupakan bagian dari kampanye yang lebih besar dan bersifat internasional. Oleh karena itu, pemakaian bahasa Inggris tak dapat dihinari. Nah, itu makna pertama.

Makna lain dari berbahasa Inggris adalah kemungkinan sasaran kampanye memang terbatas. Artinya, kampanye ini ditujukan pada kelompok masyarakat yang paham atau terbiasa dengan bahasa Inggris seperti kelas menengah atas, kelompok terdidik, atau remaja. Ini bisa kita lihat dari keterlibatan media cetak yang beramai-ramai menambahkan bonus kantong belanja kain yang bisa didaur ulang, misalnya. Makna ini juga menyiratkan keterlibatan kelompok pemilik modal dalam kegiatan sosial tetapi tentunya dengan tetap menangguk keuntungan.

Hal lain dari pemakaian bahasa Inggris adalah aspek prestise. Pemakaian bahasa Inggris lebih dianggap bergaya dan menjual, apalagi bagi para remaja. Sebagai pangsa pasar potensial, remaja menjadi sasaran kampanye. Remaja dan keremajaan mensyaratkan kemutakhiran, tren, dan kedekatan dengan dunia yang global (bukan lokal). Oleh karena itu, kampanye dalam bahasa Inggris jauh lebih pas. Padahal, dengan mempertimbangkan kreativitas bangsa Indonesia, stiker berbahasa Indonesia, Sunda, atau bahasa lokal lain pasti juga akan menarik dan menjual.

Bahasa inggris untuk remaja kemudian menyiratkan makna lain juga, misalnya kampanye ini adalah juga arena untuk bergaya. Remaja ramai menyandang tas-tas antikeresek. Akan tetapi, kampanye ini lalu menjadi superfisial yang sekadar polesan. Tas “I’m not a plastic bags” disandang mereka sambil memakan cireng dari kantong keresek.

Jadi, untuk siapa dan untuk apa kampanye-kampanye berbahasa Inggris itu? Di satu sisi, kita melihat kesadaran-kesadaran yang diangkat lewat kampanye seperti ini. Di sisi lain, kita melihat ironi pelaksanaannya. Apabila kita pikirkan ada kemungkinan (sayang saya tidak punya data) bahwa pemakaian keresek justru sangat gencar di kalangan pedagang kaki lima, misalnya, karena membeli apa pun di kaki lima hampir dapat dipastikan akan dimasukkan ke dalam kantong keresek. Apakah mereka juga sasaran kampanye ini? Akan saya coba berkampanye kalau membeli rambutan nanti, akan saya katakan pada Aa tukang rambutan, “A, don’t use the plastic bag please...”

0 komentar:

Post a Comment