Friday, April 9, 2010

cita-cita saya

Mengajar adalah pekerjaan ideal bagi saya. Pertama, lewat mengajar, mau tidak mau saya dituntut untuk terus memperbarui pengetahuan. Memperbarui pengetahuan menurut saya adalah bagian dari pembelajaran. Dan, saya menyukai hal itu. Kedua, saya lebih menyukai ruang kelas dengan segala isinya daripada ruang kantor dengan melulu berada di depan layar komputer karena menurut saya pekerjaan seperti itu membelenggu. Di ruang kelas, saya bisa berinteraksi dengan banyak orang dengan berbagai karakter, berdiskusi dengan mereka, dan menjadi teladan sekaligus teman. Dan ketiga, saya suka membagi pengetahuan. Membuat orang lain mengangguk mengerti dengan pengetahuan yang saya berikan adalah suatu hal yang menyenangkan.
Pernah saya mendengar, guru adalah pengajar yang mencintai anak-anak, sedangkan dosen adalah pengajar yang mencintai ilmu. Di satu sisi, saya menyukai dunia anak-anak. Menurut saya, dunia anak-anak tidak mengenal status; anak-anak adalah manusia yang sedang belajar mengenal dunia. Dari mereka, saya dapat belajar, misalnya menghargai manusia tidak dengan status mereka, ataupun menjadi seperti anak-anak yang selalu haus untuk belajar dan mengenal dunia.
Namun di sisi lain, saya menyukai ilmu. Saya suka meneliti. Kegiatan meneliti—kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis—adalah kegiatan yang menyenangkan karena selain dapat menghasilkan sebuah teori atau memecahkan persoalan praktis, dengan meneliti dapat pula memengaruhi pola pikir saya untuk lebih sistematis, kritis, dan objektif dalam menyikapi persoalan sehari-hari. Selain itu, menjadi seorang akademisi membuat saya belajar bijaksana, yang akhirnya dapat membuat saya menyikapi masalah tidak dari satu dimensi atau perspektif saja, tetapi juga melihatnya dari dimensi atau perspektif lain. Jika saya boleh memilih, saya ingin menjadi seorang akademisi yang juga berkecimpung dalam dunia pendidikan, baik sekolah menengah pertama ataupun menengah atas, karena dari keduanya saya dapat belajar banyak hal.
Yang saya perhatikan selama ini, banyak mahasiswa yang mahir dalam bidang studi yang dikuasainya, tetapi ketika menulis sebuah makalah atau skripsi, mereka terbata-bata menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat dipahami karena mereka tidak mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya dengan baik, hingga akhirnya ide cemerlangnya itu tidak tersampaikan kepada khalayak. Sangat disayangkan, bukan? Padahal fungsi bahasa yang mendasar adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa menjadi penjamin berlangsungnya interaksi antarmanusia. Dalam interaksi tersebut terjadi transfer ilmu pengetahuan, kebudayaan, nilai-nilai, dan norma-norma. Semua ini berlangsung dengan media bahasa. Tanpa bahasa, segala konsep abstrak itu mustahil akan dapat dikomunikasikan dengan baik. Bertitik tolak dari realitas tersebut, kita tidak bisa menganggap bahasa sebagai ilmu yang teoretis dan isolatif (yang terpisah dari ilmu-ilmu lain).
Berangkat dari pentingnya bahasa yang saya paparkan di atas, saya memiliki keinginan untuk membuat sebuah wadah dalam mengembangkan studi ilmiah mengenai bahasa, jika seandainya saya menjadi pengajar di tingkat universitas. Misalnya saja, membuat studi linguistik terapan seperti studi bahasa dalam ilmu hukum, studi bahasa dalam ilmu filsafat, dan ilmu-ilmu lain, dan mungkin saja dapat menjadi satu di antara kurikulum pendidikan. Ya, memang itu hanya sebuah keinginan kecil dari saya yang bercita-cita menjadi seorang akademisi.

0 komentar:

Post a Comment